Saya sedang berbicara pada sebuah kaidah yang berlaku sangat umum dan lazim, dan anda pun akan setuju dengan pendapat saya ini. Bahwa setiap keberhasilan kita, disana ada orang lain yang berkontribusi untuk menarik atau mengangkap kita. Keberhasilan dalam aspek apapun juga sangat dipengaruhi oleh bagaimana orang orang di sekeliling kita akan berbuat untuk kita. Apakah mereka akan menarik kita pada derajat yang lebih tinggi ataukah mereka akan mendorong kita memasukkan ke dalam jurang kekalahan. Apakah mereka akan mendorong kita keatas dari derajat kita ataukah akan meneggelamkan kita ke bawah. Semuanya tergantung dari bagaimana kita dalam persepsi dari orang orang yang berada di sekeliling kita. Apakah itu yang di atas kita, di bawah kita atau yang sejajar dengan kita. Jika orang – orang yang berada di sekeliling kita telah memiliki persepsi terhadap diri kita sebagai orang yang menarik, yang layak untuk di dorong atau layak untuk di tarik atau bahkan dengan kesukarelaan mereka akan “memasarkan keunggulan kita” maka disitulah kita akan banyak mendapatkan kesempatan untuk naik kelas. Untuk semakin berhasil. Karena kesempatan adalah salah satu dari salah banyak syarat keberhasilan bagi kita.
Sehingga kalau kita membaca uraian saya di atas, maka sebenarnya naikknya derajat atau naikknya kelas kita yang hal itu dapat kita artikan sebagai indikator keberhasilan atau kesuksesana kita, tergantung dari bagaimana kita dapat memastikan setiap orang yang berinteraksi dengan kita atau orang – orang yang berada di sekeliling kita mendapatkan sebuah persepsi bahwa kita adalah orang yang menarik, manusia emas yang selalu dinatikan kehadiran kita. Atau dengan kata lain saya mengatakan bahwa kita harus bisa memberikan pengaruh pengaruh kebaikan kepada orang orang di sekeliling kita. Pengaruh yang mampu menjadikan setiap mereka memiliki atau mendapat sebuah kesempatan yang berhubungan dengan salah satu konpetensi atau sikap kita maka yang akan diingat oleh mereka adalah diri kita. Yang muncul dalam pikiran mereka adalah nama kita.
Dia adalah Purwoyo, saya mengenal beliau sejak tahun 2008, Mahasiswa Teknik Kinia Universitas Diponegoro yang menjadi Mahasiswa penerima Beastudi Etos Dompet Dhuafa rebulika. Kebetulan pada waktu itu saya menjadi pemdamping Asrama anak anak mahasiswa penerima Beastudi ini. setelah lama meninggalkan Semarang sejak tahun 2008, jadi saya hanya mengenal sebentar saja dengan Purwoyo, baru kemarin di akhir tahun 2015 saya bertemu kembali dengan Purwoyo. Waktu itu dia datang dengan Mobil Avanza, setahu saya dari seluruh alumni mahasiswa etos yang seangkatan dengan dia, baru dia yang bisa nyetir mobil. Dan dari cara nyetirnya waktu saya jemput dari terminal kalideres menuju ke rumah saya, saya yakin bahwa dia baru baru saja menyelesaikan kursus menyetir mobil. Dalam perjalanan itu sayabertanya tanya dalam hati, “hebat juga nih anak, baru beberapa tahun kerja sudah punya mobil atau paling tidak dia dapat COP dari perusahaannya”.
Kemudian setelah sampai di rumah, seperti biasa, protap di rumah kami, tamu masuk rumah, anak anak saya segera menghampiri tamu itu dan kemudian cium tangan dan kemudian pada berlarian menuju kamar untuk aktivitas kembali sesuai dengan agenda masing – masing. Secangkir teh manis buatan istri saya menemani saya ngobrol dengan anak muda yang tampilannya sudah mulai aneh, paling tidak untuk ukuran saya yang memang masih masuk dalam generasi jadul. Melihat sepatu dengan ujung yang meruncing, potongan rambut yang sangat klimis dengan baju lengan panjang yang memberikan kesan sangat parlente. Namun Purwoyo tetaplah Purwoyo, sikapnya masih sangat sangat sopan ketika bertemu dengan siapapun orang yang dia temui, lebih lebih ketemu dengan pendampingnya dan guru spiritualnya tentunya.
“Bagaimana kabarmu Yok ?, Kerja Dimana sekarang?” pertanyaan saya setelah
ngobrol sana sini menanyakan kabar keluarga dan sebagainya. “Alhamdulillah sehat Pak Saudi, saya sekarang kerja di PT. Dipa Kimia, sebuah perusahaan yang menjual bahan bahan kimia yang menyuplai beberapa PLTU dan pertamina”. Jawab dia. Menarik, dalam batin saya “hebat, perusahaan besar dong berarti ya. Dah bisa beli Mobil lagi” diskusi lanjutan dari saya. Kemudian dia menceritakan perjalanan sampai bertemua PT. Dipa Kimia ini, dan ceritanya
inilah yang saya maksudkan sesuai dengan topik renungan saya kali ini. “Pak sebenarnya saya bergabung dengan perusahaan ini baru 4 Bulan yang lalu, perusahaan ini sebenarnya perusahaan milik keluarga. Lebih tepatnya adalah senior saya di Teknik Kimia Undip. Jadi pada tahun 2012 saya mengikuti sebuah Reuni dan kebetulan saat itu saya menjadi ketua panitia reuni alumni Teknik Kimia, sebagai ketua panitia saya harus bisa memastikan mulai dari tahap perencanaan, persiapan dan pada saat pelaksanaan semuanya harus mengena, maksudnya harus memberikan kesan yang baik kepada para alumni dan senior kami. Mulai dari desain kata kata dalam surat undangan, dari lay out ruangan, dari back drop acara, ucapan ucapan dari pembawa acara, sambutan saya selaku ketua panitia semuanya harus sesuai dengan kondisi peserta yang
akan hadir dalam acara ini. yaitu para senior – senior teknik kimia Undip. Termasuk dalam hal kita diskusi dan ngobrol menemani setiap alumni, saya sampaikan kepada seluruh panitia untuk berbicara sebagaimana kira – kira harapan dan keinginan dari para undangan. Banyak dari para undangan yang datang adalah alumni alumni Tekim tahun 1980, 1982 yang notabene itu seperti usia Bapak dan atau Ibu kita. sehingga saya dan kawan – kawan berusaha dalam setiap perkataan sikap dan perilaku kami selaku panitia bisa memposisikan sebagai anak anak mereka. Karena mereka adalah alumni-alumni yang sudah seusia orang tua kami. Dan saya yakin bahwa mereka menginginkan agar kami junior – juniornya di tekim mampu menjadi “anak anak” mereka. di acara tersebut, saya ditemui oleh pasangan alumni tahun 1982, jadi sang suami alumni tekim undip dan sang istri juga alumi tekim undip. Dan keduanya terlibat diskusi dengan saya pak, dalam diskusi itu saya ditanya sana sini termasuk pekerjaan. Karena waktu itu saya belum lulus, maka saya sampaikan bahwa saya berminat ingin bekerja di Perusahaan Kimia di Serang Banten. Nah, Bulan Juli kemarin beliau nya telpon saya, karena waktu terakhir bertemu dengan beliau memang saya dimintai no telp yang bisa dihubungi oleh mereka. saya diajak bergabung di perusahaan yang sudah mereka rintis sejak 20 tahun terakhir. Dan Bulan Agustus kemarin saya putuskan bergabung bersama beliau. Alhamdulillah, saya diberikan COP (Car Ownership Program), tunjangan kos kos an dan jarak kantor dengan kantor hanya 5 menit saja. Saya juga akan diajari marketingkan produk dari Bapak dan Ibu nya ini”. “bentar – bentar, saya tanya kedirimu, kenapa sampai dirimu dipanggil oleh pasangan ini”. Pertanyaan saya menyela cerita dia. “saya juga heran pak, kenapa pasangan ini memilik saya dibandingkan dengan kawan kawan atau senior saya yang lain, waktu saya diskusi dengan beliau berdua, saya sempat bertanya pak, kenapa saya yang dipanggil bukan yang lain. Dan jawabannya berawal dari reuni itu pak, jadi bapak dan ibunya ini pada saat reuni tanya sana sini kepada panitia panitia, siapa yang merancang kegiatan dan konsep acara ini, dan kawan kawan saya mengatakan bahwa yang menjadi perancang kegiatan ini adalah saya. Purwoyo. Kemudian beliau berdua menemui saya tadi. Beliau mengatakan bahwa saat ini usahanya membutuhkan tim yang mampu mengerti kebutuhan pelanggan, tim yang mampu berfikir sebagaimana yang dipikirkan oleh pelanggan kami. Semakin baik kualitas tim kami pada aspek ini maka kami yakin usaha kami akan maju dan berkembang dengans angat pesat. Dan sejak pertemuan dalam reuni itu, pasangan ini selalu ingat saya katanya. Beberapa kali mencoba menghubungi saya namun gagal. Dan Juli kemarin berhasil kontak kepada saya”. Jawaban Purwoyo inilah yang saya maksudkan. “hebat, tepat…..Sukses selalu. Dan jika dirimu selalu membawa karakter ini, maka kesempatan kesempatan keberhasilan mu akan semakin terbuka lebar”.
Cerita dari Purwoyo ini adalah salah satu contoh perilaku yang sesuai dengan renungan yang saya sampaikan di atas. Anda yang berprofesi sebagai apapun, milikilah cara berfikir sebagaimana apa yang dipikirkan oleh orang lain. Bukan hanya mereka akan bisa kita pengaruhi, lebih dari itu bahkan mereka akan menjadi marketing diri kita. ketika kita sudah bisa memberikan “pengaruh” kepada orang lain melalui cara berfikir kita, yang dari cara berfikir kita akan merubah dan memperbaiki cara bersikap dan berperilaku kita maka akan semakin mudah akhirnya kita mempengaruhi mereka. bukankah masing – masing dari kita pernah memiliki sebuah pengalaman, bagaimana susahnya untuk berdiskusi dengan orang tertentu yang baru kita kenal atau baru kita temui. Dan pastinya kita akan menemukan kuncinya, bahwa hal ini terjadi karena kita belum bisa “diterima”orang ini. kenapa belum bisa di terima oleh orang ini karena kita belum bisa menyambungkan diri kita dengan orang lain dengan kuta melalui diskusi dan obrolan kita atau dari sikap kita. dan hal ini diawali dari bagaimana cara berfikir kita terhadap mereka. ketika kita bisa merubah cara berfikir kita sebagaimana mereka berfikir terhadap diri kita maka kita akan mendapati barangkali cara kita menyapa mereka ada yang perlu kita rubah, bagaimana posisi tangan kita, bagaimana kita bersalaman, bagaimana kita berdiri atau bagaimana kita duduk, atau bagaimana kita memberikan kesempatan kepada mereka untuk menerima panggilan telepon dari kolega mereka. dan sikap sikap kita inilah yang akan menjadi kan kita “diterima” oleh mereka. dan ketika kita sudah diterima, maka selanjutnya terserah anda. Luar biasa, sangat sederhana. Dimulai dari bagaimana kita mampu berfirkir cerdas sebagaimana orang berfikir kepada kita. bagaimana sebaiknya kita. beres, urusan selanjutnya.