Perjalanan kehidupan yang kita lalui tidak lepas dari masalah. Sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan kita. Salah satu sikap yang kita lakukan terhadap masalah masalah yang kita hadapai adalah dengan mengeluh. Seolah menjadi sesuatu yang wajar jika pagi bangun tidur kita menuju ke kamar mandi dan ternyata air PAM di rumah kita macet, tidak mengeluarkan air dan kemudian kita mengatakan “Kenapa lagi ini air PAM nya kok tidak keluar?”. Keluar dari kamar mandi ternyata kita mendapati anak kita belum bangun dan belum melakukan solat Subuh. “Ya Alloh kenapa anak ku belum bangun juga, padahal sudah jam berapa ini ya Alloh”. Sampai di kantor ternyata kita lupa dengan Flash disk data data kerjaan kita kita sikapi dengan mengeluh. Ketika dipanggil atasan dan kita di tegur atau luapan marah karena kita tidak tepat dalam menyelesaikan pekerjaan kita, kita sikapi dengan mengeluh. Hutang yang tidak kunjung lunas kita bayarkan kita sikapi denga mengeluh. Istri kita yang tidak menyediakan teh hangat saat kita pulang kerja pun tidak luput menjadi dasar kita untuk mengeluh. Sakit yang datang silih berganti untuk keluarga kita pun demikian, seolah menjadi sebuah solusi jika kita sikapi dengan mengeluh. Mengeluh ini penyakit yang bukan hanya akan menyerang orang orang dengan tingkat pendidikan rendah, namun juga menyerang orang dengan pendidikan tinggi. Bukan hanya akan menyerang rakyat jelata namun juga akan menyerang pejabat dengan pangkat tinggi. Bukan hanya akan menghinggapi orang di desa, namun juga di kota. Karena setiap manusia pasti akan menghadapi masalah, apapun jenis kelaminnya, pangkatnya, jabatannya, tempat tinggalnya. Kualitas kita dalam menghadapi masalah ini yang akan menentukan kualitas kita sesungguhnya. Mengeluh memang menjadi salah satu pilihan pertama bagi kita untuk mensikapi setiap masalah yang datang menghampiri kita. Namun ternyata mengeluh bukan solusi. Mengeluh adalah justru masalah yang sesungguhnya.
Mengeluh, bukan solusi namun masalah yang sesungguhnya
Mari kita sama sama kaji tentang hakikat masalah. Satu pertanyaan saya untuk anda. “Apakah masalah bisa kita hindari?”. Saya mengatakan bahwa masalah Tidak bisa di hindari. Masalah hanya bisa kita kurangi potensi kerugiaanya. Masalah muncul setelah kita melakukan sesuatu. Masalah adalah Hasil dari suatu yang telah dilakukan. Sesuatu yang terjadi setelah kita melakukan sesuatu adalah takdir ilahiyah. Dengan kita merencanakan sesuatu yang terbaik dan kemudian kita telah melakukan sesuatu sesuai dengan perencanaan terbaik kita maka harusnya akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang kita rencanakan. Namun apakah kita 100% bisa menjamin hasilnya akan 100% sesuai, jawabannya tidak ada yang bisa menjamin. Sehingga hasil dari apa yang telah kita usahakan ini bukan menjadi domain kita. Jika bukan menjadi domain kita artinya kita tidak memiliki kuasa untuk merubah dan menentukan hasil tersebut. Sekali lagi yang kita bisa lakukan adalah dengan mengurangi potensi kerugiaannya dan berusaha memaksimalkan hasilnya.
Dari penjelasan saya diatas, dapat saya sampaikan bahwa hasil dari sesuatu yang telah kita usahakan tidak bisa kita rubah. Karena sudah terjadi. Sudah menjadi sebuah kenyataan yang kita telah melakukan usahanya sebelumnya. Pertanyaan selanjutnya, “Apakah ada manfaatnya jika kita mengeluh?” jawabannya adalah sama sekali tidak ada manfaatnya. Hasil yang tidak sesuai dengan harapan dan yang sudah direncanakan sejatinya adalah bukan masalah. Namun sebuah fakta dan situasi kondisi yang kita akan terima dan akan kita hadapi saat itu. Dengan konsep berfikir yang benar tentang hasil dari suatu usaha yang benar tersebut, maka ia bukan masalah. Namun ia adalah sebuah pencapaian dari hasil usaha yang akan kita lakukan peningkatan atau perbaikan kembali yang tentunya harus dengan usaha yang lebih baik lagi. Dengan perencanaan yang lebih baik lagi dan dengan pelaksanaan yang lebih baik pula. Kita akan melanjutkan perjalanan dari pencapaian perjalanan yang sudah kita lakukan sebelumnya. Kita akan lanjutkan berusaha atas hasil yang sudah dicapai, sekalipun belum sesuai dengan perencanaan kita. Dan ini sejatinya bukan masalah. Walaupun saya katakan di awal bahwa segala sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan dan tidak sesuai dengan yang kita rencanakan adalah sebuah masalah. Dalam konteks, mengeluh atau tidak mengeluh, maka hal tersebut bukanlah masalah.
Justru, sikap kita terhadap hasil yang telah kita dapatkan tersebut yang akan berpotensi menjadi masalah yang sesungguhnya. Mengeluh adalah salah satu sikap yang sering diambil dan dilakukan oleh sebagian besar manusia ketika menghadapi sebuah fakta bahwa apa yang diharapkan atau apa yang direncanakan ternyata tidak sesuai. Sikap ini akan menjadi masalah yang sesungguhnya, kenapa demikian?. Hal ini tidak lain karena sikap mengeluh itu saya ibaratkan dengan anda akan melangkah namun kaki anda dibelenggu dengan sebuah rantai besar yang di tahan dengan sebuah bola besi pejal. Untuk berjalan saja anda akan sangat susah melangkah apalagi berlari. Hasil yang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan kita harusnya jika kita sikapi dengan positif dan tenang maka kita akan tetap dan terus berjalan atau bahkan berlari untuk mengejar ketertinggalan. Namun jika jalan yang kita pilih adalah dengan mengeluh maka kita tidak akan mampu mencapai target perbaikan tersebut, karena berjalan saja susah apalagi berlari. Rantai dan besi pejal itu yang akan menahan kita. Bukan orang lain yang memasalah rantai dan besi terebut namun kita lah pelakunya.
Pertama kali saya menangis selama kuliah adalah saat dimana Tugas akhir saya di drop out oleh dosen pembimbing saya. Penyebabnya karena saya terlambat melakukan asistensi. Padalah saya sudah mengerjakan dan menyelesaikan seminar Tugas akhir saya. Beberapa asistensi lagi saya sudah siap sidang pendadaran tugas akhir, namun karena saya terlambat asistensi karena ikut proyek pengukuran jaringan tegangan menengah di Jawa Tengah waktu itu. Saya putuskan untuk tidak asistensi dengan dosen pembimbing karena dalam pikiran saya, pasti ada toleransilah dari sang bapak dosen pembimbing. Toh juga tinggal sidang saja. Namun kenyataan dan fakta berkata lain. Ketika saya sudah menghadap untuk asistensi sekaligus menyampaikan alasan kenapa saya terlambat asistensi, beliau mengatakan kepada saya “Mulai hari ini anda tidak boleh lagi bimbingan dengan saya, silahkan mencari dosen pembimbing yang lainnya dan judul tugas akhir anda juga harus anda ganti. Anda harus mencari judul tugas akhir yang lain”. Rasanya seperti disambar petir di siang hari. Selama hampir 2 tahun saya mengerjakan tugas akhir, dan berakhir seperti itu. Saat itu saya mengeluh, saya merasakan sebuah ketidak adilan takdir ilahi. Seharian saya berada di kamar meratapi kondisi itu. Saya masih belum bisa menerima, apa kesalahan fatal saya sampai saya harus menerima kenyataan ini. Bukannya saya memperbaiki dan menginstropeksi diri atas hasil tersebut, namun saya ambil jalan lain. Saya mengeluh dan kenyataanya saya semakin membenci sang bapak dosen, membenti sistem tugas akhir, tidak membuka file kembali untuk mengevaluasi materi materi apa yang bisa saya jadikan alternatif judul skripsi saya yang kedua. Saya mendapatkan sebuah beban yang semakin berat. Dengan mengeluh.
Namun alhamdulillah, saya mendapatkan sebuah pencerahan dari sang emak saya, ketika saya mengadukan kondisi yang saya alami tentang skripsi saya. Emak saya di ujung telpon mengatakan kepada anaknya “Saya yakin, ini bukan masalah yang berat bagi anak emak, ketika dirimu terus berusaha, maka jika masih ada siang dan ada malam maka suatu saat kamu akan sampai pada tujuanmu”. Luar biasa, emak yang tidak menamatkan bangsu sekolah dasar ternyata memberikan sebuah motivasi yang dahsyat. Segera saya seka air mata saya. Segera saya lepaskan rantai dan besi yang membelenggu saya. Segera saya ambil berkas berkas admisnistrasi tugas akhir saya. Segera saya menuju sepeda motor butut saya dan saya segera ke Jurusan. Dan saya menghadap kepada ketua jurusan dan menyepaikan apa yang telah saya alami dan saya mohon bantuan untum masalah saya. Dan alhamdulillah saya mendapatkan solusi. Dosen pembimbing lain telah siap, termasuk siap dengan judul tugas akhir yang akan saya kerjakan dan tiga bulan sejak kejafian tersebut saya berhasil menyelesaikan tugas akhir saya. Dan saya berhasil lulus. Dengan menghilangkan dan memutuskan rantai serta besi belenggu tersebut, saya berhasil bangkit, berjalan bahkan berlari untuk mengejar ketertinggalan saya. Memperbaiki kondisi yang saya alami. Meningkatkan hasil yang telah saya dapatkan dengan skripsi yang di drop oleh sang dosen. Dengan tidak mengeluh, saya bisa mengambil pelajaran yang berharga dari sikap sang dosen. Bahwa kedisiplinan adalah mutlak, bukan hanya 100% namun 1000 % menjadi hal yang sangat penting bagi siapapun. Yang ingin mencapai sebuah keberhasilan.
Jangan mengeluh karena mengeluh adalah masalah yang sesungguhnya.
inspiratif, pak !!
Siap de mai
Ini kisah inspiratif yang slalu di gaungkan ,luarbiasa.
Tetap semangat mujahid
Saya seperti membaca buku doktor Mesir yang telah pindah kewarganegaraan menjadi Canada. Motivasi yang luar biasa. Terimakasih… Sekali lagi terimakasih. Semoga siapa saja yang membacanya mendapatkan manfaat nya baik berupa perubahan pikiran, persepsi maupun sikapnya. Aamiin semoga tambah sukses ya pak. Saya tunggu tulisan selanjutnya.
Tetap Semangat
Top bangeeettts… Sepanjang masih ada siang dan malam maka kita akan sampai ke tujuan…note for it …T O P
Keetika masih ada kesempatan maka kita masih bisa mencapai tujuan kita