Nur Saudi

Belajar menjadi Guru Dunia

Menu
  • Tentang Saya
Menu

Produktif Vs Politik Kantor

Posted on August 6, 2019August 7, 2019 by nursaudi
sumber : www.magazineJobLike.com

Rekan sekalian, pada tulisan kali ini saya tertarik untuk mengangkat sebuah tema tentang politik kantor. Barangkali banyak diantara kita yang sudah sering mendengar istilah ini, namun juga bisa jadi masih banyak diantara pembaca yang belum mendengar atau mengetahui tentang istilah ini. Pada pertengahan tahun 2016, saya mendapatkan chat WA dari salah seorang manajer yang pernah kerja bersama sama di perusahaan dengan saya. Dua tahun sebelumnya, tahun 2014, beliau mengundurkan diri dari perusahaan tempat kami bersama sama saat itu dan bergabung di perusahaan lain. Secara benefit dan kompensasi, beliau mendapatkan sesuatu yang lebih saat itu. Paling tidak, begitu informasi yang beliau sampaikan kepada saya ketika saya bertanya tentang tawaran di perusahaan yang baru tersebut.

Setalah kami saling menyapa kabar dan saling mendoakan, beliau mengatakan kepada saya melalui WA tersebut “Jika ada lowongan aku minta tolong di kabari ya Pak Nur..” Saya mengatakan kepada beliau “bukankah Bapak masih bekerja di tempat yang dulu di ceritakan?”. Beliau menjawab dan menceritakan kisahnya “Sekarang saya job less pak Nur, saya bekerja di tempat tersebut hanya setahun sebulan saja kurang lebih. Memang secara kompensasi dan benefit yang didapatkan lebih banyak namun politik kantor nya sangat kental sehingga suasana kerja tidak sehat. Kompetisi nya menjadi tidak transparan. Banyak yang pada resign level level managerialnya. Level staffnya malah jauh lebih banyak”. Cukup lama saya berkomunikasi dengan beliau melalui media WA tersebut. Satu hal yang saya ambil kesimpulan bahwa ternyata Politik kantor adalah sebuah kondisi yang membahayakan bagi berlangsungnya sebuah company. Ya, saya memandangnya dari sisi company terlebih dahulu. Kenapa? Karena politik kantor akan menyebabkan orang orang terbaik di perusahaan tersebut akan pergi yang tentunya hal tersebut akan menurunkan kinerja perusahaan.  Kalau bagi perorangan seperti rekan manajer saya tadi, saya rasa dengan kompetensi dan pengalaman yang beliau miliki saya yakin beliau akan mendapatkan pekerjaan dan jabatan yang lebih baik di tempat yang lebih baik. Dan ternyata benar, terakhir saya berkomunikasi sebulan yang lalu saat saya ke Bandung dan sempat bertemu dengan beliau, beliau sudah bekerja kembali menjadi Operation Manager sebuah perusahaan kontraktor pertambangan batubara yang kantor pusatnya di kawasan Jakarta Selatan. “Tidak lama setelah saya WA nan sama Pak Nur, Alhamdulillah saya diterima di perusahaan ini.”

Oke, sharing saya diatas adalah tentang kondisi yang terjadi jika politik kantor itu dominan dalam sebuah perusahaan. Selanjutnya akan saya sharingkan tentang politik kantor ini. Saya akan menganalogikan dengan seorang politikus yang sedang menghadiri sebuah kampanye untuk kemenangan dirinya dan partainya. Seorang politikus terlambat hadir di sebuah acara seminar tempat ia di jadualkan untuk menjadi narasumber. Biasanya ia terlebih dahulu mempersiapkan materi dan seminar atau kampanya yang akan dia isi. Tetapi karena jadualnya yang sibuk, ia tidak sempat melakukannya. ia di bawa masuk dengan cepat ketika para peserta sedang menyelesaikan hidangan pencuci mulut mereka dan diminta langsung naik ke atas mimbar tanpa di beri kesempatan untuk berbicara kepada siapapun.

Ketika ia diperkenalkan kepada para peserta, tidak ada yang dapat dilakukannya kecuali memulai. Degan cahaya terang yang menerangi matanya, ia langsung meluncur ke salah satu isu utama dari kampanye tersebut dan berbicara panjang lebar. Ketika ia berhenti berbicara sejenak, pria yang sebelumnya memperkenalkan dirinya kepada para peserta berbisik bahwa kelompok yang di depannya itu memiliki pandangan yang berlawanan dengan isu tersebut.

Tanpa kehilangan irama politikus tersebut berkata “rekan rekan, sekarang setelah saya menjelaskan posisi oposisi secara sangat detail, saya akan memberitahu anda semua hal yang benar”.

Sebagian orang yang mengincar jabatan publik mungkin bisa lolos dengan selamat menggunakan taktik semacam itu – meskipun biasanya taktik tersebut justru menjadi bumerang bagi mereka – tetapi orang di lingkungan kerja, tempat para koleganya mengenal mereka, jelas tidak dapat melakukan hal tersebut. Bermain politik di tempat kerja merupakan cara yang dipastikan akan membuat para kolega anda menjauh. Saya mengambil referensi dari pendapat John C Maxwell terkait dengan politik kantor ini. Kurang lebih nya seperi ini. Saya akan mendefinisikan “bermain politik” sebagai pengubah diri anda atau apa yang biasa anda lakukan untuk mendapatkan keuntungan dengan siapapun yang saat itu berkuasa. Diantara mereka yang mengincar jabatan publik, hal itu sering kali merubah posisi mereka mengenai suatu isu, tergantung pada kelompok mana yang mereka ajak bicara. Di dalam lingkungan kerja, hal itu bisa berarti menjilat ke atasan, terus menerus mengubah pendirian untuk bisa bergabung di pihak yang menang, atau menggunakan orang lain demi keuntungan pribadi tanpa mempedulikan bagaimana hal tersebut mempengaruhi mereka. Orang – orang pilitis cenderung plin plan dan oportunistik, melakukan hal yang bijaksana pada suatu saat untuk menang, tak peduli apa yang terbaik untuk kolega mereka, karyawan mereka atau organisasi mereka.

Dua cara untuk maju

Setiap karyawan di perusahaan pasti ingin kemajuan. Baik dalam karir jabatan maupun penghasilannya. Dan itu sesuatu yang wajar. Sesuatu yang fitrah istilah lainnya. Namun untuk mencapainya ini yang memiliki pendekatan atau jalan yang berbeda. Saya akan bagi saja menjadi dua bagian agat nampak jelas. Cara atau jalan yang pertama adalah berupaya maju dengan mengerjakan apa yang ditugaskan kepadanya. Dengan produktifitas dan kinerja terbaik. Atau cara yang lain yaitu berupaya maju dengan mencari celah tertentu. Inilah perbedaan antara kinerja produktif dan kinerja politik kantor.

Pada tahun kelima saya bekerja setelah saya lulus, saat itu saya bekerja di PT. Pamapersada Nusantara, dalam sebuah diskusi dengan rekan rekan kerja saya. Ada satu pertanyaan yang menarik yang mereka sampaikan kepada saya. “Pak Saudi, -hehe, suka suka kawan saya, ada yang memanggil saya dengan sapaan Pak Nur dan ada yang memanggil dengan sapaan Pak Saudi- apa yang membedakan antara karyawan yang profesional dengan karyawan yang penjilat?”. Setelah agak lama saya merenung, saya menyampaikan bahwa perbedaan orang profesional dengan penjilat adalah dari siapa yang dia sukai dan yang menyukai. Karyawan professional adalah mereka yang menyukai 360 derajat. Kepada atasannya, kawannya dan tim nya. Demikian juga dia akan di sukai atasannya, kawannya dan timnya. Namun penjilat, dia hanya akan menyukai dan disukai atasannya. Disukai atasan, dalam arti yang wajar memang bukan sebuah keburukan, namun jika didapatkan dengan hanya menunjukkan dan memperlihatkan seolah kebaikannya hanya kepada atasannya saja, itu yang menjadi soal.

Professional adalah salah satu kriteria kinerja produktif sedangkan penjilat adalah salah satu indikator kinerja politik kantor. Beberapa indikator karyawan yang memiliki kinerja produktif adalah mereka bergantung pada mereka bertumbuh. Mereka akan fokus pada apa yang mereka lakukan, mereka bekerja dengan sungguh sungguh atas tanggung jawabnya. Mereka memiliki hasil kerja yang lebih baik daripada kelihatannya. Hasil kerja yang tidak terlihat lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan yang terlihat. Dan rata rata mereka adalah orang yang memiliki prinsip dalam bekerja, memiliki prinsip dalam kehidupan. Mereka yang masuk dalam kategori kinerja produktif ini adalah mereka yang bekerja keras untuk meraih kesuksesan dan keberhasilan mereka.

Sedangkan sebaliknya, orang yang masuk dalam kategori kinerja politik kantor ini adalah mereka yang bergantung pada siapa yang mereka kenal. Dan mereka cenderung ABS, Asal Bapak Senang. Asal atasan senang. Tidak atau kurang memperdulikan rekan sekerja dan tim mereka. Merena fokus pada apa yang mereka katakan bukan pada apa yang mereka lakukan. Antara yang terlihat dengan yang sebenarnya, lebih baik yang terlihat. Lebih suka mengambil jalan pintas dan melakukan apa yang populer bukan apa yang sebenarnya dan sebaiknya dilakukan. Mengandalkan harapan untuk di naikkan pada level selanjutnya. Bukan pada kemampuan mereka. Ekstrim katanya, membiarkan orang lain yang mengendalikan takdir mereka. Karena cenderung tidak memiliki prinsip, maka mendasarkan setiap keputusannya dengan opini.

Intinya adalah bahwa orang yang mungkin digambarkan sebagai politis dikuasai oleh keinginan kuat mereka untuk maju dan bukan oleh keinginan kuat untuk keunggulan, produktivitas, kerja tim maupun konsistensi. Apapun nilai dan ketrampilan yang mereka miliki tidak sama pentingnya dibandingkan dengan ambisi mereka. Saat mereka kadang tampak maju, kemajuan mereka selalu bersifat sementara. Dalam jangka panjang, integritas, konsistensi dan produktivitas akan selalu terbayarkan –dalam bentuk kerja tim yang lebih baik dan suara hati yang lebih jernih.

Jika anda pernah bermain politik di tempat kerja pada masa lalu, mungkin anda melihat orang lain melakukannya dan anda mengira bahwa itulah hal yang harus anda lakukan agar karir anda bisa maju. Atau mungkin, anda tidak punya keyakinan terhadap diri anda sendiri karena anda tidak berkembang, dan ketrampilan anda tidak ada kemajuan. Anda mungkin tidak melakukannya dengan cara yang jahat, tetapi apapun alasannya jika anda pernah bermain politik, sudah dipastikan bahwa anda telah menghianati kepercayaan dari sebagian kolega anda. Anda pun barangkali harus mendatangi orang – orang itu untuk meminta maaf dan menawarkan rekonsiliasi. Hal tersebut mungkin sulit, tetapi jika anda ingin menjadi produktif dan professional memimpin ke samping, anda perlu melakukannya guna mendapatkan kembali kredibilitas di mata para kolega anda.

Masalah politik kantor ini akan menjadi semakin merusak daya hancurnya adalah ketika unsur usur pemimpin dalam perusahaan tersebut memainkan cara yang sama. Ketika mereka ber “politik kantor” bukan hanya dengan atasannya, namun juga dengan salah satu dari tim nya. Maka akan memunculkan sebuah suasanya kerja yang sangat tidak sehat. Sudah pasti tidak akan ada transparansi pengembangan karir dan kompetisi. Kita tidak mengetahui dasar objective nya apa, kita akan mendapati posisi kosong untuk level di atas kita, tiba tiba diisi oleh saudara atau anak nya saudara atau koleganya dari unsur pimpinan di perusahaan tersebut. Dan rasanya hal ini adalah bagian dari kondisi yang tidak kita harapkan. Seperti yang dialami oleh rekan manajer saya pada cerita di awal tulisan ini adalah salah satu efek yang ditimbulkannya. Dan semoga kita tidak menjadi salah dua atau salah tiga dari orang yang masuk dalam pusaran politik kantor ini.

Lantas bagaimana kiat kiat kita untuk tidak menjadi bagian dari karyawan dengan kinerja politik kantor ini ? In sya Alloh akan saya sambung kembali pada tulisan selanjutnya.

Semoga bermanfaat

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Paling Banyak Dibaca

  • Buatlah target dan rencana kerja harian
    Buatlah target dan rencana kerja harian
  • Tahapan dalam melakukan Coaching and Counselling
    Tahapan dalam melakukan Coaching and Counselling
  • Aku layak untuk KAYA
    Aku layak untuk KAYA
  • Sikap terbaik ketika ide dan gagasan kita ditolak
    Sikap terbaik ketika ide dan gagasan kita ditolak

Artikel Terbaru

  • Aku layak untuk KAYA
  • Kebijaksanaan itu lebih baik daripada pengetahuan
  • Keberhasilan itu dimulai dari apa yang Anda inginkan bukan apa yang tidak Anda inginkan
  • Manfaat disiplin waktu
  • Disiplin Waktu (1)

Categories

  • Inspirasi dan Renungan
  • Manajemen dan Kepemimpinan
  • Menjadi Karyawan Hebat
  • Uncategorized
© 2021 Nur Saudi | Powered by Superbs Personal Blog theme