Dalam suatu kesempatan saya berdiskusi dengan Pak Raden Heru Hendarto, Manajer SHE, beliau mengatakan bahwa “Sebenarnya setiap kecelakaan kerja yang terjadi, bukan semata mata kecelakaan yang tanpa ada sebab. Selalu ada kelalaian dan atau kesalahan baik manusia maupun teknikal lainnya”. Pada kesempatan yang lain saat saya menghadiri sebuah acara Pelopor Keselamatan di jalan Raya yang diselenggarakan oleh Dinas Perhubungan juga menyatakan hal yang hamper sama. Salah seorang pembicaranya menunjukkan bahwa lebih dari 40.000 orang yang terbunuh setiap tahun di dalam apa yang disebut kecelakaan lalu lintas. Pokok utama dari pembicaraannya adalah bahwa tidak ada apa yang disebut sebagai kecelakaan yang sesungguhnya. Yang kita sebut kecelakaan adalah akibat dari kelalaian manusia atau kegagalan mekanis, atau kombinasi keduanya.
Apa yang dikatakan oleh Pak Heru dan ahli lalu lintas ini menyokong apa yang dikatakan orang bijak dahulu “ada sebab untuk segalanya”. Tidak ada yang terjadi tanpa sebab. Tidak ada yang kebetulan mengenai cuaca sekarang ini. Ini adalah akibat dari sebab yang spesifik. Dan tidak ada alas an untuk percaya bahwa urusan manusia merupakan pengecualian.
Namun, hampir tidak ada hari yang berlalu tanpa anda mendengar seseorang menimpakan kesalahan pada nasib “buruk”. Dan jarang sekali anda tidak mendengar seseorang menghubungkan keberhasilan orang lain dengan nasib baik.
Mari saya ilustrasikan bagaimana orang mengalah pada alasan nasib. Dalam salah satu sesi training yang saya bawakan tentang Supervisory Skill, saat saya menyampaikan sebuah materi tentang mekanisme promosi bagi para karyawan level supervisor, terdapat seorang peserta yang memiliki pandangan yang sama terkait dengan “ketidak adilan” yang mereka dapatkan di tempat kerja mereka. Karena terdapat salah satu dari rekan kerja supervisor mereka yang “bernasib baik” menjadi atasan mereka. Mereka di promosikan. Sedangkan karena “nasib buruk” mereka yang menyebabkan mereka tidak mendapatkan kesempatan promosi tersebut.
Ketika saya bertanya kepada mereka, “kira kira hal apakah yang menyebabkan unsure pimpinan perusahaan anda menunjuk teman anda dalam promosi tersebut?”. Peserta tersebut menggali untuk menemukan segala macam alasan. Nasib baik, katrol, menjilat, Istri rekan yang promosi tersebut dan bagaimana wanita itu bermain mata dengan bos – yang semuanya tidak lah benar. Yang saya sampaikan kepada beliau bahwa “Saya yakin, kenyataannya kawan Anda memang benar benar memenuhi syarat. Ia selama ini bekerja lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Ia bekerja lebih keras. Ia mempunya kepribadian yang lebih efektif. Dan saya meyakini hal itu. Kecuali pimpinan dan perusahaan anda termasuk dalam sebagian sangat kecil dari pemimpin dan perusahaan yang salah”.
Saya meyakini bahwa para karyawan senior dan pemimpin di perusahaan tersebut sudah menghabiskan banyak waktu untuk mempertimbangkan mana dari supervisor supervisor mereka yang akan di promosikan. Supervisor –peserta- yang kecewa tersebut harusnya menyadari bahwa para eksekutif puncak tidak memilih eksekutif utama dengan jalan undian. Tidak ada keberuntungan kecuali jika anda boleh menyebut kerja yang direncanakan secara cermat dan dilaksanakan secara sabar sebagai keberuntungan.
Seandainya nasib digunakan untuk mereorganisasi bisnis. Jika nasib menentukan siapa yang mengerjakan apa dan siapa yang pergi kemana, semua perusahaan di Negara ini akan berantakan. Asumsikan sejenak bahwa sebuah perusahaan dagang yang besar diharapkan melakukan melakukan reorganisasi sepenuhnya atas dasar nasib. Untuk melaksanakan re organisasi tersebut, nama nama semua karyawan akan dimasukkan kedalam sebuah tong. Nama yang keluar pertama akan menjadi direktur pengelola, kedua adalah wakilnya dan seterusnya sampai pesuruh kantor.
Kedengarannya bodoh bukan? Namun begitulah caranya nasih bekerja. Orang yang mempercayai jika nasib akan menentukan keberhasilan atau kegagalan mereka. Orang yang naik hingga ke puncak di dalam pekerjaan apapun –manajemen bisnis, penjualan, hukum, rekayasa, acting atau apa saja- tiba disana karena mereka mempunyai sikap yang unggul dan menggunakan pikiran sehat mereka dalam kerja kerasnya.
Bagaimana kita belajar untuk menghilangkan alasan nasib dalam kehidupan kita. Pertama adalah hukum sebab akibat. Perhatikan kembali apa yang nampaknya sebagai “nasib baik seseorang”. Anda tidak akan menemukan nasib baik, melainkan persiapan, perencanaan dan pikiran penghasil sukses yang mengawali “keberuntungannya”. Perhatikan kembali apa yang nampaknya merupakan “nasib buruk” seseorang. Lihat, dan anda akan menemukan alas an spesifik tertentu. Mereka yang berhasil menerima suatu kegagalan, ia belajar dan akhirnya mendapatkan keberhasilan. Tetapi ketika mereka yang gagal, mereka mengalah dengan kegagalan dan lalai untuk bangkit, belajar dan meraih keberhasilan.
Kedua Jangan menjadi orang yang suka berangan angan kosong. Jangan boroskan energy mental anda untuk memimpikan cara cara tanpa usaha untuk mendapatkan keberhasilan. Kita tidak menjadi berhasil hanya melalui nasib baik. Keberhasilan datang dari pelaksanaan hal – hal dan penguasaan prinsip – prinsip yang menghasilkan keberhasilan. Jangan mengandalkan nasib baik untuk mendapatkan promosi, kemenangan dan hal hal yang baik dalam kehidupan ini. Sebaliknya, berkonsentrasilah pada pengembangan kualitas itu di dalam diri anda yang akan menjadikan anda sebagai seorang pemenang.
Selamat mencoba
Berarti nasib itu memang tidak ada y pak?