
Dalam sebuah sesi pelatihan dengan mahasiswa semester akhir, saya memberikan sharing tentang bagaimana tips dalam melakukan wawancara kerja. Mereka sangat antusias, namun terdapat sebuah hal yang menarik untuk saya bahas dalam tulisan kali ini. Saya memberikan pertanyaan kepada peserta “Jika anda diberikan pertanyaan, berapa gaji awal yang anda inginkan..??”. Ternyata pertanyaan saya membuat suasana menjadi hening, beberapa peserta saling pandang satu sama lain, dan tidak sedikit diantaranya yang senyum senyum kecil seolah sambil berkata “berapa ya..?”. kemudian saya tunjuk satu orang peserta “Berapa gaji awal yang anda inginkan?”, dengan agak ragu ragu peserta yang saya tunjuk tersebut mengatakan “empat juta pak”. Saya kejar lagi dengan pertanyaan “Kenapa tidak 5 juta, atau 6 juta, atau 7 juta”. Dan ternyata jawabannya adalah “Saya rasa, saya cukup diberikan gaji awal 4 juta, dan nilai itu saya rasa angka yang cocok untuk saya dan perusahaan”.
Kejadian yang lainnya adalah tentang kisah kawan saya yang bekerja di sebuah perusahaan property, setelah beberapa minggu menikah, beliau berkeinginan untuk membeli rumah di sekitar Tangerang, di daerah Pasar Kemis. Namun kekurangan uang untuk membayar Uang Muka. Beliau curhat kepada saya “Saya sebenarnya ingin menemui Direktur perusahaan saya, karena beberapa rekan saya berhasil mendapatkan persetujuan dari direktur tersebut untuk mendapatkan pinjaman uang untuk membayar DP lebih banyak. Tapi saya ragu beliau mau menemui saya”. Saya tersenyum kepada beliau sambil berkata “Bagaimana sampean tau beliau tidak mau menemui sampean kalau belum menemui beliau. Atau bahkan bisa jadi beliau direktur sampean akan memberikan uang pinjaman yang lebih banyak dari yang anda harapkan, bisa jadi”.
Kedua contoh kejadian diatas bisa jadi pernah kita alami atau kita pernah bertemu dengan orang yang seperti itu. Orang yang memiliki kecenderungan yang berpikiran kecil tentang dirinya. Ragu ragu dan takut untuk melangkah karena sebuah penyakit yang berbahaya. Penyakit pikiran bahwa “aku tidak akan mungkin bisa seperti itu”, penyakit pikiran bahwa “Orang itu tentu tidak akan menganggap saya menjadi orang yang penting baginya”. Yang akhirnya ketika kita biarkan penyakit ini menyebar, kita akan menghilangkan kesempatan kesempatan bagi diri kita untuk bertumbuh, berkembang dan menjadi orang orang yang besar dengan peluang kesuksesan. Kalau kita renungi jawaban dari peserta pelatihan mahasiswa tersebut, siapa yang akan menjadikan akan layak mendapatkan gaji empat, lima, enam atau tujuh juta. Dia sendiri, semakin dia mengenali diri nya, maka akan semakin memunculkan kepercayaan dirinya bahwa dirinya layak untuk mendapatkan gaji lebih dari empat juta. Masalahnya kepercayaan dirinya terhadap dirinya tidak muncul karena dia salah dalam mengenali dirinya. Demikian juga rekan saya tadi. Siapa yang akan menjadikan Direktur nya mau menemui dan tidak mau menemui, atau bahkan direkturnya akan memberikan uang pinjaman yang lebih banyak. Dia sendiri, ketika dia mengenali dirinya dengan benar, maka akan tumbuh kepercayaan dirinya bahwa “Saya layak untuk ditemui oleh direktur saya. Jika kawan saya saja ditemui, apalahi saya. Saya lebih layak untuk ditemui”.
Selama ribuan tahun para filsuf telah memberikan nasehat yang bagus “kenali diri anda sendiri maka anda akan mengenali masa depan anda”. Akan tetapi kebanyakan orang tampaknya menafsirkan nasihat ini sebagai “kenali diri anda yang negatif”. Kebanyakan evaluasi diri kita atau pengenalan diri kita terdiri atas pembuatan daftar mental yang panjang dari kesalahan kita, kekurangan kita dan ketidakmampuan kita. Memang baik jika kita mengenali ketidakmampuan kita, karena hal ini memperhatikan kepada kita bidang – bidang yang masih dapat kita perbaiki. Akan tetapi jika kita hanya mengenal sisi negatif diri kita, maka nilai diri kita pun akan menjadi kecil. Yang dilakukan mahasiswa tersebut adalah proses pengenalan diri yang keliru, sehingga memunculkan citra diri yang kecil dan akhirnya memberikan nilai kepercayaan diri yang kecil. Yang dilakukan oleh kawan saya tadi adalah proses pengenalan diri yang keliru juga, sehingga memunculkan citra diri yang kecil, tidak layak untuk ditemui oleh direkturnya apalagi di berikan pinjaman uang yang lebih. Dan kesalahan ini akan banyak dialami oleh kebanyakan orang. Dan bisa jadi kita pun pernah melakukannya.
Bagaimana cara kita akan mampu melakukan penilaian yang benar terhadap diri kita sehingga dapat meningkatkan nilai kita. Maka satu satunya cara adalah bahwa kita memang sebenarnya lebih besar dan lebih hebat dari yang kita kira. Sangat sederhana, kita menganggap bahwa kita memang lebih besar dan lebih hebat. Pasti anda akan bertanya, “Atas dasar apa mengatakan bahwa saya lebih besar dan lebih hebat dari yang saya kira?”. Berikut ini adalah sebuah latihan untuk membantu kita mengukur besarnya diri kita yang sebenarnya. Saya sudah mempraktekkannya dan berhasil. Demikian juga banyak orang yang sudah mengetahui praktik ini dan menjalankannya. Dan saya yakin kebanyakan dari anda para pembaca juga orang orang yang besar dan hebat itu. Saya sekedar berbagi saja.
Pertama, mari berlatih, Tentukan lima aset atau kelebihan utama kita. Yup, kelebihan kita. Kita bisa minta beberapa teman kita yang objektif untuk membantu, misalnya istri kita, atasan kita, dosen kita, untuk memberikan opini yang jujur. Contoh aset yang sering di daftar adalah pendidikan, pengalaman, ketrampilan teknis, penampilan, kehidupan rumah tangga yang harmonis, sikap, kepribadian, inisiatif dan masih banyak lagi. Kalau kita sebagai seorang suami, aset ini bisa jadi adalah tanggung jawabnya kita, kesetiaan kita, keteladanan kita, kepedulian kita kepada orang tua dan mertua kita dan lainnya. Sebagai seorang karyawan kelebihan atau aset kita bisa jadi kedisiplinan kita, selalu rajin masuk kerja kita, ketelitian kita jika kita diberikan tugas oleh atasan kita, ringan nya kita untuk memberikan bantuan kepada rekan kerja kita yang membutuhkan bantuan kita atau bisa jadi kita termasuk karyawan yang selalu update kepada atasan atas pekerjaan yang telah kita lakukan. Dan sebagainya, kita sebagai apapun, berperan sebagai apapun, sesungguhnya kita telah dan memang memiliki kelebihan kelebihan tersebut, dan itu adalah aset kita. Carilah masing – masing lima dari setiap peran tersebut.
Kedua, selanjutnya jika kita telah menentukan kelebihan kita, di bawah setiap kelebihan tersebut, tulis nama tiga orang yang kita ketahui sudah mencapai keberhasilan besar, tetapi yang tidak mempunyai kelebihan ini, sebesar yang anda punyai. Misalnya Sebagai seorang suami kita memiliki kelebihan berupa tanggung jawabnya kita kepada keluarga kita, kita tulis di bawah kata tanggung jawab ini orang yang kita kenal yang lebih sukses dibandingkan dengan kita dan mereka yang lebih berhasil tersebut ternyata tidak memiliki tanggung jawab yang benar dan sebesar tanggung jawab kita. Dan hal ini kita lakukan kepada kelebihan kelebihan kita yang lain. Jika anda telah melakukan sampai pada langkah yang kedua ini, apa yang akan kita rasakan ?. Yap, benar, kita sudah mendapatkan sebuah kepercayaan diri. Kita mendapatkan nilai diri kita yang lebih besar dari yang kita kira bukan ?. bahwa ternyata kita adalah orang yang bertanggung jawab. Bahwa kita ternyata orang yang setia, bahwa kita adalah orang yang rajin masuk kerja itu. Bahwa kita adalah orang yang suka membantu itu dan seterusnya dan seterusnya.
Bagaimana rasanya sekarang ?, kita adalah orang yang layak untuk mendapatkan pertemuan dengan Direktur itu. Kita adalah orang yang layak untuk mendapatkan gaji pertama tujuh juta tersebut. Bahwa kita orang yang layak untuk mendapatkan nilai lebih besar dan lebih hebat itu.
Hanya ada satu kesimpulan yang dapat kita capai, bahwa kita lebih besar dan lebih hebat daripada yang kita kira. Jadi cocokkan cara berpikir kita dengan ukuran diri kita yang sebenarnya. Berpikirlah sebesar diri kita yang sebenarnya. Karena kita layak mendapatkan sesuatu yang lebih besar.
Selamat mencoba dan tetap semangat
Salam Hormat