
Sebelumnya saya minta maaf kalau ada sebagian dari anda yang tidak setuju dengan judul tulisan kali ini. Memang agak memancing keributan, haha, kalau kita tidak secara terbuka pikiran memahami tulisan dengan judul tersebut. Okeh, akan saya mulai dengan contoh singkat dan dari sebuah contoh yang sederhana. Suatu pagi di meja makan, saat kami sarapan bersama dengan ketiga anak kami, istri saya meminta kepada anak kami yang pertama Izzuddin untuk makan dengan sayuran. Dan ternyata jawaban dari Izzu adalah “Aku ndak suka sayuran, Abi saja ndak suka sayuran dan tidak makan sayuran”. Duh, saya dan istri jadi bengong saling pandang atas kejadian tersebut. Walaupun tidak terucap, kami sepakat bahwa Izzuddin dalam hal makan sayuran adalah cermin dari saya. Dan demikian juga saya, di lingkungan keluarga saya, sayuran memang tidak menjadi menu wajib yang harus dimakan oleh kami. Jadi saya yang tidak suka sayuran tersebut karena terbentuk oleh kebiasaan di lingkungan keluarga saya sebelumnya. Sepertinya sepela contoh tersebut, namun contoh contoh yang lain, dan bisa jadi hampir semua perilaku dan sikap kita, cara berpikir kita, cara berpakaian kita, cara berbicara kita adalah inspirasi dan produk dari pengaruh lingkungan kita.
Karena sebagaimana jasmani kita yang butuh makanan, Pikiran yang membentuk sikap dan perilaku kita juga sama, membutuhkan makanan pikiran. Jutaan orang sadar gizi. Bahkan kita adalah bangsa yang suka menghitung kalori. Kita menghabiskan uang dalam jumlah yang sangat besar untuk vitamin, mineral dan tabahan diet lain. Dan kita semua tahu alasannya. Melalui penelitian gizi, kita mengetahui bahwa tubuh mencerminkan makanan yang masuk ke dalam tubuh. Stamina fisik, daya tahan terhadap penyakit, ukuran tubuh, bahkan seberapa lama kita hidup, semuanya berkaitan erat dengan apa yang kita makan. Tubuh terbentuk sesuai dengan apa yang dimakan oleh tubuh. Begitu pula pikiran. Makanan pikiran terbentuk sesuai dengan apa yang dimakan oleh pikiran. Makanan pikiran tentu saja tidak dalam bentuk kemasan dan tidak dapat dibeli di toko. Makanan pikiran adalah lingkungan kita. Semua benda tak terhitung yang mempengaruhi pikiran sadar dan bawah sadar kita. Jenis makanan pikiran yang kita santap menentukan kebiasaan, sikap, kepribadian kita. Kita masing – masing mewarisi kapasitas tertentu untuk berkembang. Akan tetapi banyak dari kapasitas tersebut sudah kiya kembangkan dan cara kita mengembangkannya, bergantung pada jenis makanan pikiran apa yang kita santap.
Sebuah pertanyaan singkat yang akan semakin membuktikan bahwa kita ditentukan oleh lingkungan kita. Pernahkah kita memikirkan akan menjadi orang jenis apakah kita seandainya kita dibesarkan di Negara asing dan bukan di Indonesia? Makanan jenis apa yang lebih kita sukai? Apakah preferensi pakaian kita akan sama? Hiburan macam apa yang paling kita sukai? Jenis pekerjaan apa yang akan kita lakukan? Dan bisa jadi apa yang menjadi agama kita?. Kita tentu saja tidak dapat menemukan jawaban untuk pertanyaan pertanyaan ini. Akan tetapi kemungkinannya kita akan menjadi orang yang berbeda secara jasmaniah seandainya kita tumbuh di Negara lain. Mengapa ? karena kita akan dipengaruhi oleh lingkungan yang berbeda. Perhatikan baik baik, lingkunagn membentuk kita, membuat kita berpikir sebagaimana yang kita lakukan. Coba sebutkan satu saja kebiasaan atau perangai yang kita miliki yang tidak kita ambil dari orang lain. Hal hal lain seperti cara berjalan, batuk, memegang cangkir, preferensi kita atas music, literatur, liburang , hiburan, pakaian – semua berasal dari lingkungan.
Yang lebih penting lagi sebenarnya, besar kecilnya pikiran kita, tujuan kita, sikap kita, kepribadian kita dibentuk oleh lingkungan kita. Pergaulan yang lama dengan orang yang negative membuat kita berfikir negative, hubungan dekat dengan orang yang picik mengembangkan kebiasaan picik di dalam diri kita. Pada sisi yang lain, pergaulan dengan orang yang memiliki gagasan besar menaikkan tingkat kemampuan berpikir kita, hubungan erat dengan orang yang ambisius akan memberikan kita ambisi. Para ahli setuju bahwa kita yang sekarang, kepribadian kita, ambisi, status yang sekarang dalam kehidupan, sebagian besar adalah hasil dari lingkungan psikologis kita. Dan pada ahli setuju pula bahwa kita nanti, satu, lima, sepuluh, dua puluh tahun dari sekarang, bergantung hamper sepenuhnya pada lingkungan masa depan kita.
Jika kita sepakat dengan penjelasan dari tulisan di atas, maka selanjutnya kita masing – masing dapat merenungi tentang diri kita. Tentang teman kita, tentang anak buah kita, tentang atasan kita, tentang anak kita, tentang istri kita, tentang keluarga kita, tentang bangsa kita, tentang sesuatu yang berada di luar diri kita. Konsep ini juga berlaku untuk kehidupan yang jauh lebih luas. Bisa kita bayangkan jika seandainya pemuda pemudi kita berada dalam lingkungan –baik yang di dunia nyata maupun di dunia maya- yang penuh dengan kebencian terhadap sesuatu. Yang bisa jadi karena sebuah berita bohong, maka akan menghasilkan sebuah generasi yang penuh dengan kedengkian. Sebaliknya, jika pemuda pemudi kita berada dalam lingkungan dengan optimism yang tinggi, disiplin, produktivitas kerja dan produktivitas waktu yang baik, maka kita akan memiliki sebuah generasi yang produktif. Yang akan menghasilkan bangsa yang produktf. Dan semuanya berasal dari konsepsi, bahwa pikiran kita yang akan menggerakkan sikap dan tindakan kita ditentukan oleh lingkungan kita.
Apapun posisi kita, peran kita dan jabatan kita, mari kita jadikan pribadi yang bisa memberikan lingkungan positif kepada orang yang berada disekeliling kita. Karena kita tidak tau, siapa yang akan meniru kita, dan aspek apa yang akan tiru dari kita. Lah kalau yang ditiru yang baik baik dari kita, kita dapat pahalanya. Lha kalau yang ditiru adalah yang negative dari diri kita, maka kita akan berkontribusi terhadap hasil yang negative nya. Demikian juga, kita dapat mengevaluasi lingkungan kita berada. Karena kita adalah produk dari lingkungan kita berada.
Tetap Semangat
Salam Hormat