Ini adalah sesuatu yang baik

Baik Menurut Kita Belum Tentu Baik Menurut-Nya - Rumah Bina Sejahtera
Sumber gambar : Rumah bina sejahtera

Lumrahnya, kita akan selalu siap dengan sebuah situasi yang sesuai dengan yang kita inginkan. Sesuatu yang mengenakkan dan mengasikkan. Kenaikan pangkat, gaji bertambah, mendapatkan bonus lebih banyak dari tahun lalu, pulang kerumah di sambut dengan anak dan istri yang penuh dengan senyuman dan seterusnya. Sesuatu yang menyenangkaan kita pastinya kita lebih menyenangi dan lebih siap menerimanya. Namun jika kondisi sebaliknya yang terjadi dan kita dapatkan, dimana sesuatu yang kita harapkan atau yang kita inginkan ternyata tidak sesuai dengan kejadiannya atau kenyataanya maka kita lebh banyak tidak siapnya. Promosi yang tidak jadi dilakukan, bonus yang tidak sesuai dengan espektasi kita, atau istri yang ngomel tentang sikap kita, padahal kita baru pulang dari kantor dan terjebak sebuah kemacetan dan seterusnya, adalah sesuatu yang tidak kita senangi.

Inilah senjata yang ampuh untuk kita gunakan Ketika kita akan menghadapi, sedang menghadapi atau telah menghadapi situasi yang negative, yang tidak sesuai dengan keinginan kita, yang tidak sesuai dengan harapan kita. Dan Insya Alloh, Ketika kita menerapkan jurus dari senjata ini, kita akan mendapatkan hasil yang positif, sekalipun situasinya sangat negative. Senjata ini saya ceritakan dalam sebuah kisah yak. Disiapkan kopi dan potongan singkongnya, pelan – pelan di bacanya agar bisa memahami setiap kalimatnya..

Ada beberapa versi dari kisah ini, dan ini adalah salah satunya. Dahulu kala, di salah satu kerajaan di timur tengah dipimpin oleh raja muda yang arif dan baik hati. Masyarakat mencintai sang raja sebagaimana sang raja juga demikian. Di tengah – tengah rakyatnya itu terdapat seorang Sufi yang baik hati. Setiap orang yang pernah bertemu dengan sang sufi pasti akan mengatakan bahwa sufi ini adalah baik hati. Tidak pernak keluar perkataan dari mulutnya melainkan perkataan perkataan yang baik. Tidak pernah ditunjukkan perilaku kesehariannya melainkan sebagai perilaku yang baik, gemar membantu tetangga dan saudaranya. Setiap bertemu dengan orang selalu menyapa dengan penuh keramahan dan keikhlasan. Suatu saat, istri sang sufi meninggal dunia, para tetangga berdatangan, mereka mengucapkan belasungkawa “Assalamualaikum sang Sufi kami ikut berbelasungkawa atas meninggalnya istri anda”, demikian perkataan dari para pelayat yang datang. Sang sufi menjawab “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, terimakasih ini adalah sesuatu yang baik”. Demikian juga ketika kedua anak sang sufi meninggal dunia, ketika banyak warga yang datang melayat, jawaban sang sufi adalah “terimakasih, ini adalah sesuatu yang baik”. Kebaikan dari sang sufi ini akhirnya terdengar sampai telinga sang raja. Akhirnya sang raja bersama dengan rombongan menyusuri perjalanan menuju rumah dimana sang sufi tinggal. “Assalamualaikum, sang sufi, hari ini dirimu di datangi oleh rajamu”, terdengar kalimat dari pengawal sang raja di depan rumah. “Waalaikumsalam, ini adalah sesuatu yang baik, silahkan masuk wahai rajaku”. Kemudian sang raja masuk kedalam rumah sang sufi. Dan terjadilah diskusi, ngobrol sana sini antara sang raja dan sang sufi. Singkat cerita, sang raja mengatakan “Wahai sang Sufi, hari ini juga dirimu aku minta bersedia menjadi penasehat pribadi sekaligus penasehat kerajaanku, pengawal siapkan kuda, baju dan perlengkapan sufi untuk perjalanan ke istana”. Mendengar titah dari sang raja maka sang sufi pun mengatakan “ini adalah sesuatu yang baik”. Kemudian sang sufi dari hari ke harinya mendampingi sang raja dan menjadi penasehat kerajaan. Sehingga rakyat menjadi semakin sejahtera.

Sang raja memiliki hobi berburu binatang di hutan, sehingga pada musim berburu tiba di tahun itu, sang raja seperti pada tahun tahun sebelumnya akan melakukan kegiatan berburu di hutan, tidak lupa pada tahun ini sang raja mengajak sang sufi penasehatnya. “Sufi, besok dirimu ikut berburu binatang bersama rombonganku ya, persiapkan dirimu baik baik” perintah sang raja. “ini adalah sesuatu yang baik, baik baginda” jawab dari sang sufi. Perjalanan perburuan pun di mulai, bersama dengan beberapa pasukan pengawal, sang raja dengan di dampingi sang sufi melakukan perburuan binatan di hutan. Dengan membawa sepucuk senapan laras pendek, sang raja mulai menembakkan peluru pelurunya ke tengah hutan. Tiba tiba senapan yang dipakai sang raja macet, sang raja mnecoba kembali senapannya namun tetap juga macet, maka kemudian, dengan nada agak tinggi, sang raja memanggil pengawalnya “pengawal, sini kamu, kamu tadi tidak memastikan senjataku ya, kok sampai macet begini, segera perbaiki, jangan sampai macet lagi ya”. Melihat kejadian ini sang sufi yang berada di samping sang raja mengatakan “ini adalah sesuatu yang baik”. Sang raja melirik ke arah sang sufi, dalam hatinya berkata “apa yang dimaksudkan sang sufi itu, ah.. paling memang omongannya seperti itu..”. sang pengawal sudah selesai memperbaiki senapan sang raja, sebelum diserahkan kepada sang raja, dicoba dulu oleh sang pengawal dan ternyata berfungsi dengan baik, “Lapor baginda, senapannya sudah bisa berfungsi dengan baik” sambil menyerahkan senapan tersebut kepada sang raja. “Baik, aku coba dulu”. Kata sang raja. Namun ketika di pakai oleh sang raja, ternyata senapan tersebut masih macet. Maka murkalah sang raja karena merasa di bohongi oleh sang pengawal. “Pengawalllllll.. sini kamu, kurang ajar sekali kamu berani membohongiku…” sambil menendang sang pengawal. Maka kemudian sang pengawal jatuh ke tanah dengan hidung berdarah akibat tendangan dari sang raja. Melihat kejadian ini lagi lagi sang sufi mengatakan “Ini adalah sesuatu yang baik”. Sang raja mulai melirik sang sufi dengan tajam, dalam hati sang raja berkata “lama lama orang ini bikin jengkel saya saja…”. sang pengawal segera bangkit dari tanah dan dengan sigap menerima senapan dari sang raja, “ampun baginda, senapan nya tadi sudah hamba pastikan bisa di tembakkan. Coba hamba cek lagi” kemudian sang pengawal mencoba senapan tersebut dan ternyata memang bisa “Duoorrrr” bunyi dari senapan itu. “senapannya memang bisa di pakai baginada” kata sang pengawal, maka kemudian dengan malu malu sang raja menggunakan senapan tersebut. Sambil terburu buru sang raja menarik pelatuk senapan tersebut dan kelingking sang raja terkena peluru senapan tersebut “Duoorr”, darah memburat keluar dari jari kelingking sang raja. Dan sang raja pun terjatuh ke tanah. Melihat kejadian ini sang sufi lagi lagi mengatakan “ini adalah sesuatu yang baik”.

Mendengar ucapan sang sufi kali ini sang raja tidak bisa menyembunyikan amarahnya “Pengawal, masukkan orang gila ini ke dalam penjara. Hanya bisa mengatakan sesuat yang baik sesuatu yang baik. Rajanya kesakitan malah di syukurin” mendengar perintah sang raja untuk memenjarakannya ini malah sang sufi lagi lagi mengatakan “Ini adalah sesuatu yang baik”. “dasar memang gila orang ini” celetuk sang raja. Maka hari hari selanjutnya dihabiskan sang sufi di dalam penjara dan sang raja pun sudah tidak didampingi sang sufi sebagai penasehatnya. Hari berganti dan waktu pun terus berlalu. Tibalah sampai pada musim berburu tahun selanjutnya. Dan seperti sebelumnya sangraja dengan didampingi beberapa pengawalnya menyusuri hutan perburuannya. Dan kali ini tentunya tanpa didampingi oleh sang sufi, karena sufi sedang di dalam penjara, dan hutan yang dituju juga lebih jauh dari sebelumnya. Semakin lama rombongan raja semakin dalam memasuki hutan, singkat cerita mereka tersesat, perbekalan sudah habis dan amunisi untuk senapan mereka juga sudah habis. Dalam kepanikan tersebut, mereka di sergap oleh suku kanibal, di pedalaman hutan yang masih asing bagi rombongan sang raja. Tanpa perlawanan yang berarti akhirnya rombongan sang raja ini ditawan oleh suku kanibal ini.

Malam itu, akan dilakukan upacara sesembahan bagi dewa dari suku kanibal ini. Ketua suku turun dari singgasananya menuju altar, dimana sudah terdapat api unggun yang besar, dan raja beserta pengawalnya terikat di sebuah bangunan yang ditata sedemikian rupa sehingga mereka berjajar. Warga suku kanibal menyuarakan suara suara yang menunjukkan kegirangan mereka atas persembahan yang akan mereka lakukan. Satu persatu para sesembahan di periksa oleh sang ketua suku. Dan satu persatu pula pengawal pengawal sang raja di masukkan dalam kuali besar yang berisi air yang mendidih, sang raja yang berada pada posisi paling ujung hanya bisa memejamkan mata melihat kondisi itu, dan akhirnya sang ketua suku sampai di depan sang raja. Dengan gemetar sang raja, diperiksa oleh sang ketua suku, dan ternyata sang raja di tendang oleh sang ketua suku, disuruh pergi meninggalkan arena persembahan itu. Betapa girangnya sang raja mengetahui bahwa dirinya dibebaskan dari persembahan itu. Di perjalanan sang raja bertemu dengan dua orang pengawalnya yang ternyata juga dibebaskan dari acara persembahan itu. “ternyata ketua sukunya hebat juga ya, tau kalau aku adalah raja, maka nya aku dibebaskan dalam acara persembahan tadi” kata sang raja kepada pengawal itu. “benar baginda” jawab sang pengawal.

Namun kemudian sang raja berhenti sejenak, “kalau dia tau aku raja, lalu mengapa dia membebaskan kalian juga”. “ampun baginda hamba tidak tau” jawab pengawal yang pertama. “ampun baginda, tadi sebelum hamba di tendang disuruh keluar oleh sang ketua suku, dia meraba tulang rusuk hamba. Tulang rusuk hamba patah sejak tahun yang lalu karena peperangan”, jawab pengawal yang kedua menjawab. “ooo…..benar baginda, tadi hamba juga di raba raba tulang lengan hamba sebelum hamba di tendang oleh ketua suku, dan tulang lengan hamba juga patah setahun yang lalu”. Jawab pengawal pertama menimpali. Maka kemudian sang raja tertunduk, dan bersimpuh, yang teringat sang raja adalah sang sufi “Ya Allah, selama ini sang sufi benar, aku yang salah”. Sambil meratapi kesalahannya sang raja dan pengawal berusaha untuk bisa keluar dari hutan itu dan menuju ke istananya.

Sesampainya di istana, sang raja langsung menuju ke penjara. Dalam penjara sang sufi membaca Al Quran, dipeluk sang raja dari belakang, “Sufi, engkau benar, aku yang salah, maafkan diriku selama ini”. Ratapan dari sang raja. Mengetahui sang raja datang ke dalam penjara maka sang sufi mengatakan “ini adalah sesuatu yang baik”. “Pengawal, bebaskan orang mulia ini dari dalam penjara, dan besok mohon sang sufi bisa menghadiri pertemuan bangsawan di istana” perintah sang raja.lag lagi sang sufi mengatakan “ini adalah sesuatu yang baik.

Maka pada acara pertemuan dengan bangsawan dan punggawa kerajaan itulah sang raja meminta kepada sang sufi untuk menjelaskan makna kalimat ini adalah sesuatu yang baik. Sang sufi kemudian memberikan penjelasan kepada para hadirin, seperti yang saya tuliskan dalam tulisan ini kepada para pembaca sekalian. Inilah petuah sang sufi. “Wahai saudarakau, bisa jadi saat ini menurut mata kita melihat, menurrut perasaan kita merasakan apa yang kita alamai adalah sesuatu yang tidak mengenakkan, menyakitkan, tidak menggembirakan, namun ketahuilah, bisa jadi sesuatu yang tidak mengenakkan dan tidak menggembirakan itu akan menjadi sarana turunnya keberkahan bagi kita. Demikian juga sebaliknya, bisa jadi menurut kita saat ini ada yang menyenangkan, mengenakkan dan membahagiakan kita saat ini, namun bisa jadi sesuatu yang mengenakkan, membahagiakan dan menyenangkan itu akan menjadi sarana datangnya keburukan bagi kita kelak di kemudian hari. Kalau sang raja tidak tertembak jari kelingkingnya maka sudah pasti sang raja akan di jadikan sesembahan oleh suku kanibal itu. Demikian juga hamba, jika tidak dimasukkan ke dalam penjara oleh sang raja maka hamba juga akan di jadikan sesembahan oleh suku kanibal itu, karena pasti sang raja akan mengajak serta hamba dalam perburuan itu. “Ini adalah sesuatu yang baik”.

Pada tahun 2008 saya mengikuti pelatihan Kursus Pembinaan Mental Kepemimpinan (Susbintalpim) di Pusat Kesenjataan Infanteri Kodiklat TNI AD di Bandung. Semacam pelatihan wajib militer begitu. Waktu itu saya menjadi Group Leader atau supervisor di PT. Pamapersada Nusantara. Bersama 47 peserta lainnya saya mengikuti setiap detiknya pelatihan itu. Namanya juga orang sipil, diikutkan pelatihan di TNI tentunya perasaanya bercampur aduk, antara kekuatiran dan ketakutan. Hal itu terpancar dari wajah para calon peserta, termasuk saya ketika memasuki kota Bandung. Sepanjang perjalanan dari Jakarta kami masih bisa tertawa dan bercanda, namun begitu memasuki gerbang tol Pasteeur Bandung, tidak ada suara dari dalam bus yang membawa kami dari Jakarta. Saya berusaha menguasai diri, satu persatu “senjata senjata” yang saya miliki saya cek, wejangan wejangan dan tausiyah tausiyah dari Abah maupun dari guru ngaji saya satu persatu saya ingat kembali untuk saya pergunakan menghadapi “pertempuran” yang akan saya hadapi. Dan,..saya menggunakan senjata ini. “Ini adalah sesuatu yang baik”.

Dalam satu kesempatan, saya menyampaikan senjata yang ampuh ini kepada peserta yang lain. Ketika beberapa rekan mengeluh dan ingin “kabur” dari pelatihan tersebut karena tidak betah. Dan senjata serta jurus ini berfungsi dengan baik. Waktu demi waktu pelatihan kami di Pussenif, kami lalui dengan ceria. Apapun yang kami dapatkan dari pelatih, apapun yang kami rasakan kami semua mengatakan “ini adalah sesuatu yang baik”. Kapan lagi kami dapat menempa mental dan fisik sebaik kesempatan saat ini, kapan lagi kami punya kesempatan mengecilkan perut, kapan lagi kami memiliki kesempatan menempa kekuatan fisik. Kapan lagi kita dibina bela negara untuk negara kita tercinta. Akhirnya semua peserta terbuka pikirannya, membara semangatnya dan menjadi angkatan dalam pelatihan ini yang tidak ada peserta yang menyatakan mengundurkan diri.

Dengan senjata ini saya berhasil melalui pelatihan ini dengan gemilang. Saya terpilih menjadi Ketua Senat dari angkatan pelatihan ini, padahal masih banyak senior – senior yang hadir sebagai peserta. Di akhir pelatihan ketika diumumkan oleh pelatih, ternyata saya menjadi peserta dengan predikat sebagai Juara Umum. Juara akademis I, juara kepribadian I dan juara jasmani II. Dan mendapatkan penghargaan dari Komandan Pussenif waktu itu serta Direksi PT. Pamapersada Nusantara.

Saudaraku, kaidah ini adalah kaidah yang paling tinggi bagi kita. Itulah mengapa Umar Bin Khattab mengatakan “aku tidak memperdulikan apapun yang terjadi padaku, aku hanya meyakini bahwa ini adalah yang terbaik dari Rabbku”. Dan insya Alloh semua situasi, apapun itu akan selalu kita sikapi dengan positif. Dengan mengatakan “ini adalah sesuatu yang baik”.

Leave a Reply

Your email address will not be published.