Kisah Santri bebal menjadi Ulama besar

Perjalanan Ibnu Hajar Al Asqalani | Republika Online
Sumber gambar : Republika

Saya yakin sebagian banyak kita telah mendapatkan kisah ini, namun saya masih tertarik untuk menuliskannya. Terdapat sebuah pelajaran yang berharga di baliknya. Di sebuah pesantren, seorang santri menunduk menatap bayangan tubuhnya di bawah sinar rembulan redup. Dari guratan wajahnya, nampaknya ia sedang merasa putus asa. Maklumlah, telah bertahun tahun menuntut ilmu di pesantren, tetapi dia tidak juga naik kelas. Sebagaimana teman temannya. Teman teman lainnya menganggapnya sebagai santri yang bebal. Pencitraan negatif tersebut mempengaruhi pikirannya. Ia pun berpikir bahwa dirinya memang bebal dan tidak mungkin berhasil menjadi ulama besar. Terbesit di hatinya untuk kabur dari pesantren. Ia merasa tidak kuat lagi berada di sana. Taman surga tersebut telah berubah menjadi neraka. Ia pun mengemasi barang – barang nya dan memutuskan untuk pulang kampung.

Tepat setelah solat Subuh, ia kabur dari pesantren tanpa pamit kepada gurunya. Kakinya terus melangkah meninggalkan pesantren. Di tengah perjalanan, hujan turun rintik – rintik. Santri itu berteduh di sebuah gubuk. Secara tidak sengaja, matanya memandang ke sebuah batu besar yang berlubang karena terus menerus tertetesi air hujan. Si santri mengamati batu tersebut dengan seksama. Ia terlihat serius. Rupanya ia sedang berfikir. Tiba – tiba, raut wajahnya berubah menjadi cerah berseri. Ia berfikir dalam hatinya. “batu tang demikian keras saja dapat berlubang karena terkena tetesan air hujan yang terus menerus. Jika demikian, kebodohanku ini juga akan mencair jika terus menerus terkena tetesan ilmu. Aku tidak boleh menyerah.” Santri tersebut pun tidak jadi pulang kampong. Ia memutuskan kembali ke pesantren dan makin giat belajar. Waktunya digunakan secara optimal untuk belajar. Pada kemudian hari, ternyata santri tersebut menjadi ulama besar. Ia menjadi ahli hadits terkemuka, pengarang kitab fathul bari Syarah Shahih Bukhari. Yakni sebuah kitab yang dipelajari oleh umat Islam di dunia sampai sekarang.

Santri tersebut tidak lain adalah Ibnu Hajar Al-Ashqalani yang wafat pada tahun 852 H/1449 M. nama sebenarnya adalah Al-Ashqalani, tapi orang orang memberikan julukan kepadanya “Ibnu Hajar” (Putra batu) karena beliau mengambil pelajaran dari falsafah batu. Jadilah namanya Ibnu hajar Al-Ashqalani.

Paling tidak terdapat beberapa pelajaran dari kisah inspiratif di atas

Pertama adalah pengaruh dan citra negatif dari teman temannya, Ibnu hajar akhirnya pun terbawa pada pikiran yang sama. Menganggap bahwa dirinya memang bebal yang tidak mungkin berhasil di pesantren dan menjadi ulama besar. Dan apa yang terjadi ketika pikiran itu berhasil memakan pikiran beliau? Pikiran tersebut menyabotase (membajak) semangat belajarnya. Cita citanya menjadi ulama besar luluh lantak tergerus oleh pikiran negative. Akibatnya, ia memutuskan kabur dari pesantren. Sebagai seorang sahabat mari kita menahan diri kita untuk tidak memberikan pengaruh dan citra yang negatif kepada rekan kerja atau kepada teman kita, karena hal itu akan mempengaruhi semangat mereka. Berikan pengaruh dan citra yang positif agar membangkitkan gairah dan semangat serta produktivitas dari rekan kita. Tentunya dalam porsi yang wajar dan objektif. Demikian juga, jika seandainya kita menjadi objek pengaruh dan pencitraan yang negatif yang telah dilakukan oleh satu atau beberapa rekan kita, maka ada kalanya kita perlu menutup telinga kita, seperti cerita tentang katak yang berhasil memenangkan lomba panjat tower (Saya ceritakan selanjutnya yak.. J) atau kita setting agar telinga kita tidak ada koneksi ke pikiran kita. Ketika ada pengaruh yang negatif maka masuk lewat telinga kanan akan langsung keluar ke telinga kiri tanpa diserap ke pikiran kita.

Pelajaran kedua yang dapat kita ambil adalah Keikhlasan, ketekunan dan kesabaran. Jika kita sedang mendalami sesuatu, atau mempelajari sesuatu atau melakukan sesuatu. Maka suatu saat pasti, pasti dan pasti akan memberikan hasil seperti hal nya batu besar tersebut. Yang menjadikan gagal adalah karena kurang atau tidak adanya salah satu atau salah tiga dari hal tersebut. Kurang atau tidak adanya keikhlasan, kurang atau tidak adanya ketekunan dan kurang atau tidak adanya kesabaran. Mari kita jadikan motivasi dari batu besar yang mendapatkan tetesan air hujan rintik rintik dalam cerita ibnu hajar di atas. Dalam sejarah Thomas Alfa Edison ketika menemukan bahan dan elemen yang dapat memijarkan cahaya sehingga ditemukanlah lampu pijar. Ketika masyarakat mengatakan bahwa “Anda telah berhasil menemukan bahan dan filament itu setelah sekian lama mengalami kegagalan”. Jawaban beliau adalah “Saya tidak pernah gagal, bahkan lebih dari itu, saya telah berhasil menemukan bahan dan filamen yang tidak dapat memijarkan cahaya lampu pijar”.

Tetap Semangat dan Sukses Bahagia

Leave a Reply

Your email address will not be published.